Dipanggil Hadiah

“Kenapa gak pernah nulis lagi?” begitu protes istri beberapa hari lalu, benar memang, tulisan terakhir yang saya update ke blog ini sudah hampir sebulan lalu. untuk pertanyaan istri, ingin saya jawab “udah tau nanya”, tapiΒ  saya diamkan saja, karena memang fokus saya saat ini bukan menulis blog, tapi menulis hal lain yang lebih tertantang dan wajib hukumnya.

Dan karena tidak tahu harus menulis apa, jadinya saya tuliskan saja pengalaman yang tidak lucu lucu sekali, namun sempat membuat saya “teu-hing” setelahnya.

Sekitar seminggu lalu, dari rumah di kawasan Kreuzberg, saya hendak ke mesjid indonesia yang letaknya di daerah moabit. Dari rumah saya biasa naik U1 (U-bahn, sejenis tram/kereta dalam kota), arah ke warschawerstraße, sampai di stasiun Ku-dam (kunfurstendam) saya harus ganti naik U9 arah osloerstraße, turun di U-turmstraße untuk selanjutnya naik bus M45 atau bus 123 yang keduanya melewati mesjid indonesia satu-satunya di Berlin, Jerman.

Nah, ceritanya ketika didalam U1, saya sudak di cek tiketnya oleh petugas, kemudian naik U9 juga di cek lagi, dan ketika turun di U-turmstraße ada seorang yang memanggil saya, “halo, tolong tiket…” saya langsung bilang “nein..nein…” atau tidak, karena awalnya saya pikir orang biasa yang minta tiket saya untuk digunakannya lagi (dan ini sangat tidak diperbolehkan disini). Orang tersebut terus tetap mengejar saya, sambil menunjukkan identitasnya sebagai petugas pemeriksa tiket. “oooo, etschuldigung, tadi didalam udah diperiksa”, saya coba menjelaskan, tapi si bapak tetap minta melihat tiket saya. Saya nyerah dan akhirnya mengeluarkan dompet untuk menunjukkan tiket. saya juga menunjuk bahwa semester tiket tersebut masih valid, tapi justru si bapak hanya melihat sekilas dan kemudian mengambil sesuatu di dalam tas hitamnya.

Saya mulai sedikit khawatir, tapi masih tenang karena memang tidak ada yang salah dengan tiket saya. Sambil tersenyum si bapak tiba-tiba menyerahkan sebuah benda tipis berwarna kuning yang awalnya saya kira cuma stiker. “ini untuk anda, sampai jumpa” sebutnya, saya menjawab “tchusss…!”, sambil berlalu dan memegang “sticker” tersebut di tangan.

ketika menaiki tangga dari stasiun U-bahn menuju terminal bus, baru pemberian tadi saya perhatikan lagi, rupanya tebal dan berisi tanda-tanda alat transportasi yang ada di jerman, dengan lambang BVG khasnya tersebut. Wah tempelan kulkas bermagnet rupanya.

Sadar dengan pemberian “oleh-oleh” khas berlin ini, saya jadi senyum sendiri, karena memang beberapa hari yang lalu istri saya minta di belikan tempelan kulkas khas berlin, dan barang yang dimaksud kini sudah ada ditangan, saya pun teu hing πŸ™‚

ini hadiahnya.

Tempelan BVG

Lambang U diatas berarti U-bahn, seperti yang barusan saya naiki, Tram ya berarti tram, F adalah ferry, sedangkan bus ya bermakna Bus. Nah, dengan tiket bulanan atau tiket semester seperti yang saya punyai, kita bisa naik keempat alat transpostasi tersebut, kapan saja dan dimana saja di kota Berlin dan Postdam (ada yang hanya untuk kota berlin), untuk tiket bulanan ini maharnya sekitar 65 euro, sedangkan untuk satu semester (semester ticket, khusus mahasiswa), maharnya sekitar 250 euro (kali saja Rp 16,000), dan hanya itu yang kami bayar untuk universitas, karena memang di Jerman kebanyakan Universitasnya menggratiskan SPP, alias hanya bayar uang tiket seperti saya sebutkan tadi.

Kembali lagi ke oleh-oleh tadi, kini saya sudah punya apa yang dipesan istri, nanti saya akan bilang kalo tempelan kulkas khas jerman tadi barang yang mahal dan langka (aslinya memang mahal lho, 3 biji bisa 10 euro, alias 160 ribu), dan saya kini sudah punya 6 biji tempelan :).

Semoga istri saya tidak membaca tulisan ini, kalaupun ia baca, semoga saja pura2 tidak membaca, agar saya tidak harus cari tempelan yang lain, amin, ya istri ya… πŸ™‚

Berlin, 301213.

 

10 thoughts on “Dipanggil Hadiah

Leave a comment